Sabtu, 22 November 2014

Petani Kakao patut "Waspadai" penykit "Cocoa Swollen Shoot Virus Disease"


Indonesia merupakan negara ketiga penghasil kakao terbesar didunia setelah Pantai Gading dan Ghana atau setara dengan 15% total produksi kakao dunia. Kakao diindonesia mayoritas perkebunan rakyat, dalam artian yang lain didaerah sentra kakao komoditi ini menjadi nadi ekonomi. Petani kakao di Indonesia sekarang diperkirakan berjumlah 1.4 juta rumah tangga, umumnya berskala kecil, sekitar 2 hektar atau kurang, sekalipun di luar Jawa.

Seperti halnya dengan komoditi lain, hama penyakit masih menjadi ke khawatiran utama di tingkatan petani. OPT sering kali menyebapkan penurunan produksi lebih dari 60% bahkan gagal panen. Sejarah kakao indonesia stidaknya ada dua OPT yang sangat ditakuti oleh petani PBK dan VSD.  Masih lemahnya sistem pengawasan OPT untuk melokalisir perkembangan OPT agar tidak berpindah ke daerah lain menjadi ancaman tersendiri di dunia perkakao-an indonesia. Ancama OPT dari luar adalah hal serius yang harus menjadi perhatian, salah satunya CSSV.

Penyakit Virus Cocoa Swollen Shoot (CSSV) ini dilaporkan menginfeksi tanaman kakao di Ghana pada tahun 1922. Namun baru dirasakan kerugiannya tahun 1940an. Kerugian saat itu diperkirakan mencapai 2 juta poundsterling. CSSV kemudian menyebar ke negara-negara Afrika lainnya seperti Nigeria, Pantai Gading, Benin, Liberia, Sierra Leone, Togo. Di Asia, penyakit ini juga dilaporkan telah menginfeksi tanaman kakao di Sri Lanka dan Indonesia.  Khusus di Indonesia, CSSV  dijumpai menimbulkan mozaik kakao DR1 di kebun kakao Kalibawang Kulonprogo, DIY.

Di Ghana, penyakit ini merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat mengakibatkan gagal panen. Di Indonesia, penyakit virus pada tanaman kakao yang pertama kali dilaporkan oleh Semangun adalah penyakit mosaik. Keberhasilan penelitian Semangun dan Sinarmojo dalam menularkan penyakit dengan cara penyambungan dan pemberian serangga vektor Pseudococcus sp. serta Ferrisia virgata Cock. Telah memperkuat dugaan bahwa penyakit mosaik disebabkan oleh virus. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa penyakit mosaik ini disebabkan oleh virus Cocoa Swollen Shoot(CSSV).

Gejala penyakit CSSV terutama tampak pada daun, batang, akar dan buah. Daun muda tampak memerah di sekitar tulang daun, terjadi vein clearing pada daun tua, kadang disertai klorosis atau burik. Batang, cabang dan akar tunggang yang masih muda membengkak. Namun strain-strain tertentu tidak menyebabkan terjadinya pembengkakan. Buah yang terinfeksi menjadi abnormal, ukurannya mengecil dan kadang bentuknya membulat. Pada buah-buah muda yang berwarna hijau terdapat bercak-bercak merah jambu atau hijau tua. Pada tanaman dewasa, pucuk yang terinfeksi dapat mengalami kematian.

CSSV ditularkan oleh serangga vektor  golongan kutu-kutuan (Famili:Pseudococcidae). Setidaknya, dilaporkan 20 jenis kutu dompolan (mealybugs) termasuk diantaranya Planococcoides njalensis dan Planococus citri. Hasil penelitian terkini juga menunjukkan bahwa
penularan penyakit ini juga dapat  melalui sambung pucuk/batang, luka akibat perlakuan mekanis dan terbawa benih.

Untuk mencegah meluasnya penyakit CSSV ke daerah yang belum terinfeksi maka perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

  • Dilarang membawa buah, biji, tunas muda, dan daun kakao ke daerah/kebun yang belum terinfeksi. Sekali tanaman kakao terinfeksi CSSV, maka butuh waktu 2 tahun sebelum gejala awal muncul. 
  • Dilarang memindahkan bahan tanaman sakit, serangga, sampel tanah dari kebun yang terinfeksi kecuali dibawah pengawasan pakar peneliti.  
  • Gunakan selalu sepatu bot yang mudah dibersihkan dan basuh kedua tangan dengan alkohol setelah memegang bahan tanaman sakit. 
  • Bersihkan semua peralatan sebelum masuk ke kebun.
  • Minimalkan jenis dan jumlah peralatan yang akan digunakan di kebun untuk menurunkan resiko kontaminasi.

Sedangkan untuk kebun-kebun yang sudah terinfeksi CSSV maka langkah pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:
  • Tanaman kakao sakit diupayakan untuk dibongkar (eradikasi) untuk menghilangkan sumber inokulum. Dalam upaya ini perlu diingat bahwa biaya yang diperlukan tidak sedikit dan seringkali mengakibatkan pertentangan politik dalam negeri.  
  • Serangga vektor dikendalikan dengan memanfaatkan baik agens pengendali hayati (APH)maupun pestisida nabati. 
  • Penggunaan insektisida kimia yang bersifat sistemik dianjurkan bila telah terjadi serangan endemik.    
  • Melakukan inokulasi silang (preimunisasi) dengan menggunakan strain virus yang avirulen untuk melindungi tanaman kakao dari virus yang virulen.  Dilakukan upaya cordon sanitaire, yaitu suatu jalur yang bebas dari CSSV untuk mengisolir kebun-kebun yang terinfeksi. 

Sumber: Jurnal Ilmiah (Roosmarrani Setiawati, SP., M.Sc)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More